Diduga Main Kotor, BRI Cabang Rajawali Surabaya Dinilai Langgar Prosedur dan Rugikan Debitur

SURABAYA – Pelayanan Bank BRI Cabang Rajawali Surabaya kembali menjadi sorotan tajam. Kekecewaan debitur atas nama Slamet Mulyono terhadap bank milik pemerintah ini memuncak setelah hak-haknya sebagai nasabah diduga diabaikan. Bukannya mendapatkan solusi, debitur justru dihadapkan pada sikap arogan dan dugaan permainan kotor yang mencederai prinsip transparansi perbankan.

Baca juga :

Sejak Tahun 2019 Debitur Tidak Terima Surat Perjanjian, Surat Kuasa Tidak Berlaku Di Bank BRI Rajawali

Polemik ini semakin panas setelah Slamet Mulyono bersama istrinya, didampingi kuasa hukumnya, Khoirul Soleh, S.H., kembali mendatangi Kantor BRI Cabang Rajawali di Jalan Rajawali No. 23, Tanjung Perak, Surabaya, Rabu (26/3/2025) siang. Kedatangan mereka bukan tanpa alasan—sejak awal permintaan salinan akad kontrak pinjaman selalu menemui jalan buntu.

Dalam keterangannya, Slamet Mulyono membeberkan kronologi panjang ketidakjelasan yang ia alami sejak penandatanganan kontrak pinjaman pertama hingga perjanjian kedua. Upaya mendapatkan salinan akad perjanjian terus-menerus ditolak tanpa alasan jelas.

“Saya sudah berkali-kali meminta salinan akad perjanjian, tapi hingga kini tidak pernah diberikan. Anehnya, ketika kami berusaha menyelesaikan angsuran, justru ada pihak ketiga yang mengiklankan aset jaminan kami di TikTok tanpa ada pemberitahuan atau kejelasan dari BRI,” tegas Slamet dengan nada geram.

Yang lebih mengejutkan, ketika kuasa hukum Slamet Mulyono mengajukan surat kuasa resmi pada 12 Februari 2025, Divisi Marketing dan Penagihan BRI Rajawali menolak untuk mengakui validitas surat tersebut. Dalih mereka? Surat kuasa dianggap tidak sah tanpa alasan yang jelas dan masuk akal.

Faris, selaku Divisi Marketing dan Penagihan BRI Rajawali, memberikan jawaban mengambang dengan menyalahkan proses di notaris. “Setiap notaris berbeda-beda, ada yang cepat, ada yang lambat. Kalau sudah selesai, pasti kami kabari,” ujar Faris dengan enteng.

Lebih ironis lagi, ketika ditanya mengapa nasabah tidak mendapat salinan akad, Faris berdalih bahwa surat akad bersifat “by request”, seolah-olah hak dasar debitur tergantung pada permintaan, bukan tanggung jawab bank untuk memberikan dokumen secara otomatis.

“Kalau nasabah tidak minta, ya tidak diberikan. Begitu prosedur di sini,” kata Faris seolah melupakan prinsip dasar transparansi dan tanggung jawab bank terhadap nasabah.

Kemarahan Slamet Mulyono memuncak ketika mengetahui salah satu aset jaminannya, berupa bangunan usaha dengan nama PT Bintang Kurnia Jaya, diiklankan melalui akun TikTok bernama “Juwono Properti”.

Kuasa hukum Slamet, Khoirul Soleh, S.H., menilai ada dugaan kuat permainan kotor di tubuh BRI Cabang Rajawali. Menurutnya, prosedur yang dijalankan pihak bank sudah melenceng jauh dari aturan dan mengabaikan hak-hak debitur.

Foto : Slamet Mulyono saat menguasakan kasusnya pada Khoirul Soleh S.H, Rabu (12/03/2025)

“Bagaimana mungkin aset yang masih dalam proses angsuran bisa diiklankan oleh pihak ketiga tanpa persetujuan debitur? Ini bukan sekadar kelalaian, tapi ada indikasi kuat permainan yang mencederai prinsip perbankan yang jujur dan transparan,” tegas Khoirul dengan nada geram.

Lebih lanjut, Khoirul menuding ada upaya sistematis untuk mempersulit nasabah melunasi kewajiban.

“Debitur sudah berusaha menyelesaikan kewajiban pembayaran, tapi BRI justru mempersulit. Yang kami minta bukan rahasia, hanya hak dasar debitur. Tapi anehnya, bank seperti sengaja menutup-nutupi sesuatu,” tandasnya.

Mengacu pada Pasal 1314 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Khoirul menegaskan bahwa oknum BRI yang diduga terlibat dalam praktik tidak transparan ini bisa dijerat hukum.

“Pasal tersebut jelas menyebutkan bahwa siapa saja yang membujuk atau menyebabkan orang lain melanggar perjanjian, wajib mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. Dalam hal ini, BRI jelas melanggar hak debitur dan ada konsekuensi hukum yang harus mereka tanggung,” tegas Khoirul.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa sesuai Pasal 1314 ayat (3) KUH Perdata, kreditur memiliki kewajiban hukum untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh debitur.

“BRI tidak hanya melanggar prinsip etika perbankan, tetapi juga melawan hukum. Kami tidak akan tinggal diam dan siap membawa kasus ini ke ranah hukum jika hak klien kami terus diabaikan,” ancam Khoirul.

Sejak kasus ini mencuat pada 12 Februari 2025, pihak media berusaha melakukan konfirmasi ke Faris sebagai pihak yang menangani kasus ini, termasuk ke admin BRI Kanwil Jatim. Namun, hingga berita ini diterbitkan, tidak ada satu pun tanggapan atau klarifikasi yang diberikan oleh pihak BRI.

Diamnya pihak BRI semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan prosedur dan upaya menutupi tindakan yang merugikan nasabah.

Baca juga :

Ketua DPRD Sidoarjo Gelar Buka Bersama Media Dan Puluhan Anak Yatim

Dengan adanya kasus ini, wibawa BRI sebagai salah satu bank terbesar milik negara menjadi dipertanyakan. Jika praktik semacam ini dibiarkan, bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap BRI akan terus menurun.

Sebagai lembaga keuangan yang seharusnya menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas, BRI Cabang Rajawali Surabaya dituntut untuk segera memberikan klarifikasi dan menyelesaikan hak-hak debitur yang telah mereka abaikan.

Apakah ini hanya kelalaian atau ada permainan lebih besar di balik kasus ini….???. Publik menanti jawaban. @dieft

 

Bersambung.